Jumat, 20 Mei 2011

JALAN BAHAGIA

Ini sebuah kisah tentang seorang teman yang sangat tegar.

Beberapa tahun yang lalu, kalau tidak salah saat saya semester 4. Suatu hari, saya tiba di kampus, tepatnya di aula di mana perkuliahan hari itu akan dilaksanakan. Seperti biasa, kalau kuliah pagi, akan lumayan banyak mahasiswa yang terlambat termasuk juga dosennya. Saya mencari tempat duduk yang nyaman, ga hanya buat saya seorang, tetapi buat teman-teman cs. Nah, saya memilih duduk di belakang Lila dan sohibnya, Rara. Di sana juga ada dua orang lagi sohib mereka. Setelah saya duduk, saya perhatikan mereka sedang bicara serius. Tapi kok ada yang aneh. Ada air mata yang mengiringi pembicaraan mereka. Dasar saya yg penasaran, saya ikut nimbrung.
“Eh, La, kenapa nangis? Ada apa?”
“Aku mau berhenti kuliah”
“Kenapa?”
Lila pun menguraikan kisahnya. Dia udah tak bisa lagi melanjutkan kuliah karena sakit yang dideritanya semakin membuatnya tak berdaya. Sakit? Sakit apa?
Baiklah, akan saya ceritakan lagi mengenai hal ini.
Saya lupa tepatnya kapan. Lila bercerita kepada saya, bahwa dia memiliki suatu penyakit bawaan sejak lahir. Penyakit itu terkait saraf mata yang terhubung ke otak. Saya juga tidak tahu apa nama penyakit ini. Jadi jangan tanya saya apa nama penyakitnya. Karena saraf mata yg mengalami gangguan, maka dokter yg pernah menanganinya berkata bahwa tidak ada pengobatan yg dapat menyembuhkannya, yg ada hanya mengurangi rasa sakit dan mencegah agar tidak bertambah parah. Bola mata yg sebelah kirinya adalah bola mata tanam, bukan lagi yang asli karena telah diganti. Dia juga pernah menjalani operasi katarak sehingga pernah satu tahun harus meninggalkan sekolahnya.
Meski dengan keadaannya yg seperti itu, Lila tak patah semangat untuk terus sekolah kembali. Lila juga termasuk siswa yang pandai. Di kampus pun dia mendapat IP yang terbilang tinggi di prodi kami. Lila juga akhwat yang baik. Dia ikut bergabung juga di KSI tingkat prodi. Karena keadaan sakitnya itu, dia pun mengundurkan diri dari KSI.
Untuk melihat ke papan tulis, Lila udah ga bisa. Sehingga dia cuma melihat catatan temannya yg di samping. Penglihatannya akhir-akhir ini pun semakin kabur. Apalagi jika dipaksakan untuk belajar, Lila pusing dan semakin gelap. Saat mengetahui keadaannya seperti itu, saya sungguh merasa miris. Andai saja saya di posisinya, mungkin saya tak bisa sekuat Lila. Saya jadi semakin bersyukur dgn apa yg telah Allah SWT karuniakan kepada saya. Alhamdulillah...
Kembali ke obrolan bersama Lila cs.
Lila udah ga kuat lagi untuk terus kuliah. Semakin kabur, semakin gelap. Pusing juga. Dia menjelaskan semuanya sambil diiringi air mata. Tentu saja kami sebagai teman turut prihatin dgn keadaannya. Kami nangis bersama. Akhirnya kami cuma bisa menguatkan dia dan mendoakan agar Lila kuat menghadapi cobaan ini. Akhirnya Lila pun memutuskan untuk berhenti kuliah. Katanya, kalau keadaannya telah membaik, dia akan meneruskan kuliah.
Hingga akhir semester dan final, Lila masih tetap ke kampus seperti biasa. Setelah itu kemudian seperti yang sudah direncanakan, Lila cuti kuliah. Sebelumnya dia sudah bercerita kepada dosen PA.
Saat teman-teman ikhwan di KSI tahu keadaan Lila, mereka mengusulkan kepada kami para akhwat untuk menjenguk dan mensupprotnya. Ya, kami memang berencana seperti itu. Saya pun meminta Rara untuk memberi info kalau Lila ada di Banjarmasin. Rara adalah teman dekat Lila dan tinggal satu kos.
Suatu hari, Rara memberi kabar bahwa Lila sedang ada di Banjarmasin dan ada di kos. Saya dan beberapa teman lalu menjenguknya sepulang kuliah. Senang sekali bisa bertemu dengannya lagi. Kami pun bercerita banyak hal. Prihatin. Itu yg kami rasakan saat melihat keadaanya. Namun kami terus berusaha menguatkannya. Lila saja tidak menampakkan kesedihan. Dia masih bisa tertawa dan bercanda. Sungguh hebat. Saya bangga punya teman setegar Lila.
“Maaf ya, aku cuma bisa mendengar suara kalian. Tidak jelas”, tuturnya pada kami saat kami tiba. Pandangan matanya pun tidak kearah lawan bicara. Dia bercerita tentang pengobatan alternative dari seorang dokter yang dikenalkan sahabatnya. Biayanya ga sedikit. Puluhan juta untuk pengobatan dua bulan. Padahal ayahnya hanya seorang guru yg setahu saya baru saja selesai S1, sedang ibunya ibu rumah tangga. Tentu itu bukan biaya yg sedikit. Tapi semua dilakukan untuk kesembuhan Lila. Dokter itu memberikan ramuan dan obat-obatan yang katanya sih bahannya dari China. Kami pun berharap semoga Lila bisa seperti dulu. Sehat dan kembali kuliah lagi. Terlihat sekali optimisme dari Lila. Kami pun mendoakan kesembuhannya.
Lila pun pulang ke kampung halaman. Meski begitu, kami tetap menjaga silaturahim walau cuma lewat sms. Setelah berbulan-bulan tidak bertemu, saya bertanya keadaanya pada Rara. Ternyata pengobatan alternative yg dulu dijalani tidak membuat keadaanya lebih baik. Awalnya sih ada perubahan yg menyebabkan penglihatan jadi lebih jelas. tapi obat yang diberikan dokternya cuma untuk beberapa bulan. Setelah obat itu habis, kembali seperti semula. Yang memprihatinkan, dokter itu tidak bisa dihubungi. Seperti lepas tanggung jawab. Padahal biaya yg dikeluarkan sangat banyak. Akhirnya, Lila dan keluarga tak menghubungi dokter itu lagi. Seperti peribahasa ya. “Sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Saya kesal sekali sama dokter itu. Memang, kesembuhan itu hanya Allah yg menentukan. Tapi dokter harusnya tetap memperhatikan perkembangan dari pasien yg ditanganinya. Dokter itu seperti menghilang. Misterius.
Ya Allah, semoga Lila dan keluarganya tabah menghadapi ini semua. Pasti ada rencana indah yang Kau siapkan untuknya. Hanya doa yg bisa diberikan untuk Lila.
Waktu pun terus berjalan. Beberapa bulan yang lalu, karena saya sudah lama tak bertanya kabar dengan Lila, saya kirim sebuah sms. Waktu itu saya baru saja wisuda. Kemudian, saya dapat balasan sms dari Lila. Saya sangat senang mendengar kabar darinya. Dia dalam keadaan baik-baik saja dan sangat berbahagia. Apa gerangan yang membuatnya bahagia?
Hehehehe. Lila minta maaf pada saya karena dia tidak mengundang saya saat acara pernikahannya. Tapi Lila janji akan mengirim undangan resepsi perkawinan, meski cuma lewat sms. Karena tempat tinggal Lila di daerah Barabai, sedangkan saya di Banjarmasin. Walau tak menutup kemungkinan, undangan masih dapat dikirimkan.
Waaaaahhhh....!!! Saya sangat kaget karena tidak diberitahu sebelumnya. Tapi saya sangat senang. Alhamdulillah, teman saya ini telah menemukan imam terbaik pilihan Allah untuknya. Masih terngiang di telinga saya, suatu kali di kelas, Lila berkata “Adak ah seorang lelaki yang mau menerima keadaanku yg seperti ini?”, tapi Lila masih bisa senyum kok. Kami yg mendengarnya hanya memberinya dukungan dan nasihat bahwa semua pasti udah diatur oleh Allah. Pasti itu yg terbaik.
Akhirnya.... Lila pun menemukan pangerannya. Sungguh membahagiakan. Lelaki itu tentulah lelaki sholeh yg terbaik yg telah Allah siapkan untuk Lila. Dia pasti mampu membimbing Lila dan membahagiakan Lila. Lila pantas mendapatkan lelaki sholeh ini. Alhamdulillah... Jalan bahagia telah Allah sediakan untuk setiap hambaNya. Inilah jalan bahagia untuk Lila.

Semoga kisah ini bermanfaat ya...

Teriring doa untuk temanku...
Barakallahu laka wa barakallahu alaika wa jama’a bainakuma fil khair.
Semoga Allah karuniakan barakah kepadamu dan semoga Ia limpahkan barakah atasmu dan semoga Ia himpun kalian berdua dalam kebaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar