Minggu, 01 Januari 2012

SALAH CARA, GAK KAYAK GITU...

Anna sedang bahagia, dia berulang tahun hari ini. Sahabat-sahabatnya mengucapkan selamat padanya, tak terkecuali kedua orang tua dan saudaranya. Tapi ada kejadian tak terduga, sore itu ada SMS dari seseorang yang tak dikenalnya mengucapkan selamat ultah juga. Anna tak tahu itu siapa. Yang tahu hari ultahnya hanya keluarganya dan teman-teman akrab saja. Lalu itu siapa?
“Mungkin ini sepupuku. Tapi aneh, gak biasanya mereka ngucapin selamat ultah. Apa bener nih?” pikir Anna.
Anna lalu balas SMS orang itu.
Makasih ucapannya. Maaf ini siapa ya? Nomornya gak tersimpan, jadi kalau ini keluarga akan saya simpan nomornya.
Lalu gak lama ada SMS balasan dari orang itu. Dia gak mau bilang siapa dirinya.Hmm, bikin penasaran aja.
Dengan kepolosan dan kejujurannya, Anna balas SMS itu.
Maaf, Mama gak ngijinin balas SMS dari orang tak dikenal. Kalau Anda keluarga kami, akan saya simpan nomor Anda. Tapi kalau gak mau kasih tahu siapa Anda, saya tak akan membalas SMS Anda lagi. Maaf.
Ah, Anna emang terlalu jujur.
Akhirnya, orang misterius ini mengaku juga.
Saya Fadli, murid Bapakmu. Saya dan teman-teman sering ke rumah belajar dengan Bapak. Ingatkah?
Anna balas lagi SMS-nya.
Maaf, saya tidak kenal, cuma tahu namanya dari cerita ortu.
Balasan dari Fadli:
Nanti kalau saya SMS lagi gak apa-apa kan? Ada yang mau saya beri tahu. Jadi simpan aja nomor saya ini ya.
Anna pun menyimpan nomor si Fadli itu.
“Aneh, mau ngasih tahu apa sih? Aku kan gak tahu yang mana orangnya. Kalau bukan karena dia murid Bapak, tentu gak perlu kusimpan. Ngapain?”
Anna lalu cerita ke ortunya tentang SMS lelaki itu. Dia juga menyelidiki siapa yang memberi tahu nomornya pada Fadli. Dia gak pernah kenalan dengan murid-murid Bapaknya itu. Paling-paling cuma bukain pintu, menyilahkan masuk, dan kalau gak ada Mama, dia yang bikini minum dan menyuguhkannya ke mereka pas mereka belajar. Pasti ada yang ngasih nomor Anna nih.
Ooooooh, ternyata Mama yang kasih tahu. Kata Mama, “Tadi si Eko ngucapin selamat ultah buat kamu. Dia juga tanya nomormu. Katanya mau ngucapin langsung ke kamu”.
“Tapi kan, gak seharusnya Mama ngasih tahu nomorku ke laki-laki yang tak kukenal tanpa seizinku. Apa lagi cuma buat ngucapin selamat ultah. Teman-teman ikhwan aja yang udak kenal lama gak ada yang ngucapin selamat kayak gini. Malah nomorku dikasih tahu ke temannya yang lain. Katanya mau SMS lagi ntar malam. Ada yang mau dikasih tahu. Padahal ini musim ujian. Anna mau konsen belajar. Amanah yang lain juga banyak, Ma. Gimana dong?” Anna complain sama Mama. Dongkol bin kesal. Takut juga sih, kalau-kalau si Fadli SMS lagi. Feelingnya gak enak nih.
“Kamu balas aja SMS-nya baik-baik. Yang sopan. Kalau keseringan bilang aja bahwa kamu minta maaf gak bisa balas SMS dia karena sibuk”, usul Mama pada Anna.
Anna pun menerima usul Mama dan berusaha husnudzon aja.
***
Malamnya pas belajar di kamar, si Fadli SMS lagi. Aduh, apa ya isi SMS-nya?
Anna udah sholat belum? Udah makan? Lagi belajar ya?
Anna lalu jawab SMS itu sesingkat-singkatnya.
Saya lagi belajar.
Fadli: Semangat ya! Kalau boleh tahu, Anna semester berapa? Di kampus ikut kegiatan apa aja?
Anna: Semester 5. Anna ikut organisasi dakwah kampus. Maaf ya kalau Anna gak bisa balas SMS-nya. Anna lagi sibuk belajar. Banyak tugas.
Fadli: Nanti saya mau kasih tahu sesuatu, tapi nanti aja ya.
Huffff…, ngasih tahu apa sih? Kok gak sekarang aja? Males banget SMS-an sama ikhwan. Bisa jadi khalwat nih. Gak penting. Jadi ingat kata ustadz Ferry, bahwa SMS-an dengan lawan jenis itu seperlunya aja, gak berlarut-larut, gak menyangkut hal-hal privacy, bisa mengotori hati. bahkan beliau bilang, meski raga gak ketemu, tapi mengetik SMS itu sama kayak menyentuh jari-jari orang yang dikirimi SMS dan mata yang baca juga hati ikut terlibat. Maka dari itu, hindari yang gak penting. Buat urusan tolong-menolong dan amanah yang penting aja. Bahkan SMS tausiyah pun hindari antar gender karena masing-masing sudah ada murobbi yang berkapasitas untuk menasihati dan mengingatkan. Itu demi menjaga kesucian dan kehormatan diri. Setan emang pandai menjebak manusia dengan menghiasi maksiat.
Anna kembali konsen dengan buku-bukunya yang tebal. Berkutat dengan buku dan larut dalam pelajaran yang rumit membuatnya bisa melupakan SMS itu. Dia juga udah bilang dgn jujur dan minta maaf gak bisa balas SMS terus karena sibuk belajar.
“Semoga aja si Fadli ini paham, ngerti, gak sekadar tahu”, batin Anna.
Pas mau tidur, eeeeehhh, ada lagi si Fadli SMS. “Ah, aku mau tidur nih”, keluh Anna.
Fadli: Anna mau tidur ya? Jangan lupa baca doa ya dan Fatihah empat. Usapkan ke seluruh badan. Itu disebut mandi ayat.
Anna sebenarnya udah dari dulu diajarkan Mama hal ini.
“Makasih deh udah diingetin lagi”, kata Anna dalam hati. Dia lalu mempraktekkan hal itu. Dia nonaktifkan HP-nya supaya bisa tidur dengan tenang. Kalau gak terlalau malam, dia pasti udah cerita ke Mama tentang semua SMS Fadli ini. Besok deh…
***
Azan subuh berkumandang. Anna segera bangun dan sholat. HP yang semula dimatikan, dia aktifkan lagi. Hah??? Ada SMS lagi dari Fadli? Subuh-subuh begini?!
SMS 1: Anna ada apa? Baik-baik aja kan? Kok HP-nya gak aktif?
SMS 2: Anna…, udah subuh nih. Ayo bangun!
SMS 3: Anna berangkat ke kampus hari ini jam berapa? Yang semangat ya belajar.
“Ya Allah, ini lelaki kok SMS terus ya? Apa belum jelas ya SMS-ku bahwa aku sibuk belajar dan banyak tugas juga manah lain di organisasi kampus juga banyak? Udah dinonaktifkan HP-ku, masih getol SMS”. Anna lalu cerita ke Mama tentang semua SMS yang diterimanya. Mama hanya mencoba menguatkan dia agar gak balas SMS itu kalau terlalu sering dan tetap konsentrasi belajar menghadapi ujian. Bapak juga tahu tentang hal ini. Dia gak mau menutupi apapun karena Fadli itu murid Bapak. Anna merasa niat Fadli untuk berteman gak tulus. Ada maksud lain begitu.
***
Di kampus, Anna berkumpul dengan teman-teman satu halaqahnya. Dia udah SMS sebelumnya bahwa dia mau cerita sesuatu dan minta tolong sama mereka. Lalu, di masjid kampus tempat biasa mereka kumpul, Anna cerita tentang Fadli yang terlalu sering SMS. Gak dibalas SMS-nya, tetap aja SMS. Isinya pun udah berlebihan menurut Anna. Seorang teman apalagi ikhwan, gak seharusnya ngasih perhatian lebih kayak gitu. Yang akhwat aja gak segitunya. Teman-teman Anna lalu ngasih nasihat dan solusi buat masalah Anna.
“Baiknya kamu tanya aja baik-baik, ada maksud apa bertanya banyak hal tentang kamu. Kasih dia pengertian bahwa hal demikian tidak seharusnya dilakukan”,saran Henny.
“Iya, kamu sabar aja, An. Entar dia juga bosen gak dibalas-balas SMS-nya”, kata Santi.
“Tapi, dia ini murid Bapak. Aku takut salah ngomong. Gak enak negurnya gimana. Dia juga lebih tua dariku. Ilmunya tentu lebih banyak, apalagi di kuliah di kampus yang agamis”, sahut Anna.
“Coba dulu saranku itu”, kata Henny menguatkan.
Anna lalu mempraktikkan apa yang disarankan teman-temannya.
Eh, si Fadli malah balas SMS-nya dengan mengatakan nanti mau silaturahim ke rumah. Mungkin supaya Anna tahu yang mana yang namanya Fadli. Anna jadi ketakutan. Apalagi Fadli berani miscall begitu. Tapi Anna gak mau mengangkatnya. Gak pernah ada teman ikhwan yang nelpon kecuali sangat-sangat penting. Nah, Fadli ini kan belum dia kenal, jadi Anna gak berani ngangkat telponnya. Teman-temannya hanya bisa mendukungnya untuk tetap istiqomah dan sabar.
“Kalau gak ada perubahan, aku ganti nomor aja. Nanti kalian kukasih tahu. Biar gak berurusan lagi dengan dia. Kayaknya dia gak ngerti prinsip kita”, kata Anna akhirnya.
***
Di rumah, Anna benar-benar stress. Semuanya udah diceritakan ke Mama dan Bapak. Adiknya, Intan, gak terima kalau Anna terus-terusan di SMS kayak gitu. Intan merasa ini gangguan yang harus segera diberantas. Ini sedang musim ujian. Apalagi kakanya udah semester 5, bentar lagi menjelang tingkat akhir dan harus benar-benar berjuang agar nilainya gak jeblok. Anna juga aktif berorganisasi, maka tentu saja gangguan semacam ini harus segera diakhiri agar tak mempengaruhi kegiatan Anna. Apalagi Intan melihat wajah Anna yang seringkali murung dan terbebani dengan SMS itu.
Anna emang orangnya sensitif dan gak tegaan. Dia cuma bisa mengahadapi SMS itu dengan tidak membalasnya. Tapi, rupanya Fadli gak ngerti juga maksud Anna yang mendiamkannya.
Intan akhirnya bertindak. Dia diam-diam ngambil HP Anna lalu dia catat nomor Fadli. Sebelumnya Intan baca SMS-SMS Fadli yang belum sempat dihapus Anna. Ya ampun, Intan langsung berang! Apalagi dia baca SMS terakhir Fadli. Isinya: “Nanti suatu saat Anna akan ngerti kok arti dari sebuah perhatian”.
Intan lalu SMS Fadli dengan tegas untuk menegur Fadli. Intan meminta Fadli agar tidak SMS Anna lagi karena Anna mau konsen belajar. Dia gak mau kakaknya terganggu dengan SMS Fadli yang terlalu sering dan seakan gak kenal waktu. Pagi, siang, sore, malam… Memang demikian keadaannya. Dan Intan sangat memohon pengertian agar Fadli paham hal ini. Semua diuraikan dengan sangat gamblang oleh Intan. Intan memang punya karakter tegas, keras, dan berani. Yang salah itu salah, yang benar itu benar. Dia ingin yang terbaik buat kakaknya dan keluarganya. Maka Intan merasa tindakannya itu memang harus dilakukan karena Anna cuma bisa diam dan itu takkan menyelesaikan masalah karena Fadli ini gak paham juga dengan diamnya Anna yang menandakan rasa keberatan dan terganggunya.
Tapi bagaimana reaksi Fadli? Fadli rupanya gak terima ditegur oleh Intan. Eh, si Fadli malah SMS si Intan terus. Intan tambah emosi. Salah satu SMS-nya yang bikin Intan naik darah adalah “Adik manis…, tapi kamu senangkan bisa SMS-an sama saya. Tolong nyanyiin lagunya Wali ya yg judulnya Baik-Baik Sayang buat kakak kamu. Kakakmu lembut, kok adiknya nggak sih?”
Grhrhrh… Intan naik pitam. Dia ngamuk di rumah. Intan protes sama Bapaknya yang ternyata punya murid kayak gitu. Sambil nangis-nangis Intan bilang, “Kok kuliah di universitas Islam, kelakuannya kayak gini? Gak sopan sama cewek. Gak menghargai sama sekali. Apa dia lupa kalau kami ini anak Bapak yang gurunya sendiri? Gak kayak gini caranya kalau mau temenan!!!”
Bapak dan Mama hanya bisa diam. Kalau Intan sedang marah kayak gitu, lebih baik dibiarkan saja dulu semua emosinya dikeluarkan, nanti dia diam sendiri. Setelah agak tenang, lalu Anna ngasih usul.
“Lebih baik kita berdua ganti nomor aja. Setelah itu komunikasi dengan dia jadi terputus dan dia gak akan bisa menghubungi kita lagi. Jadi kita bisa konsen belajar. Kayaknya dia juga bakal malu sama Bapak dan Mama, dan gak berani ke sini deh”, usul Anna.
Akhirnya, hari itu juga mereka ganti nomor. Mau gak mau, semua temen dan keluarga dikabari. Apalagi Anna yang punya banyak urusan di kampus harus segera ngasih tahu temen-temennya supaya gak misscomunication. Kalau ada hal yg penting mereka bisa segera mengontak Anna di nomornya yang baru. Nomor yang dulu segera dibuang, bahkan kartunya dipatahin supaya gak bisa dipakai lagi.
Temen-teman akrabnya segera merespon SMS Anna yang memberitahukan bahwa dia ganti nomor.
“Wah, sampai ganti nomor gini ya, An? Parah banget dong!” SMS Santi.
“Gak ada cara lain selain ini. Soalnya Intan ikut-ikutan juga. Jadi tambah ribet. Kami harus ganti nomor”, balas Anna.
Akhirnya setelah itu Anna bisa tenang dan konsen menghadapi ujiannya.
Tapi, Intan ternyata masih menyimpan nomornya yang dulu. Terkadang dia aktifkan nomor itu. Eh, ternyata ada SMS dari Fadli. Isinya: “Eh, dik. Boleh minta nomor Anna gak?”
“Huh, dasar nih cowok! Gak mau nyerah juga rupanya. Gak akan kubiarkan dia ganggu Kak Anna lagi!” pikir Intan. Intan pun akhirnya membuang nomornya itu dan pakai nomor yang baru. Selesai deh urusan dengan si Fadli itu. Mereka aja gak tahu yang mana sih orangnya?
***
Setahun lebih telah berlalu dari kejadian itu. Anna dan Intan gak pernah ketemu dengan si Fadli itu dan gak tahu apa-apa tentang dia. Fadli juga gak bisa menghubungi mereka lagi. Apakah sampai di situ aja masalahnya? Ups, belum selesai ternyata. Dan masalah ini malah ikut melibatkan Caca, saudara sepupu mereka.
Suatu hari, Caca datang ke rumah mereka. Dia nginap semalam di sana. Pas Anna dan Intan gak ada di rumah, Caca ngomong ke Mama.
“Tante, dulu aku pernah dengar cerita dari temen yang katanya kenal sama Anna dan Intan. Katanya, mereka itu dulu pernah SMS seorang cowok, tapi bahasanya agak kasar gitu. Bener gak sih?” ujar Caca.
“Wah, tante gak tahu masalah itu, Ca. Setahu Tante, mereka gak pernah ngasarin cowok karena tante udah bilang kalau mereka harus sopan sama siapa aja”, sahut Mama heran.
“Oh, gitu ya?”
Setelah Caca pulang, Mama lalu menanyakan apa yang disebut Caca itu pada Anna dan Intan.
“Perasaan, gak pernah deh punya temen cowok di kampus itu. Kecuali ini terkait dengan murid Bapak yang dulu sering SMS kami, sehingga kami ganti nomor. Tapi, Anna gak pernah ngomong kayak gitu. Anna lebih baik diam gak bales SMS-nya dan akhirnya milih ganti nomor aja biar gak tambah panjang urusannya”, jelas Anna.
“Hmm, kalau Intan sih gak tahu ya Ma. Mungkin itu Intan. Dulu kan dia sempat marah-marah gitu dan ngamuk di rumah karena merasa gak dihargai sebagai cewek”, lanjutnya.
Setelah ditanya ke Intan, Intan cuma bilang, “Gak tahu tuh. Gak pernah kayak gitu”.
***
Setelah beberapa bulan memendam rasa penasaran, akhirnya pas liburan, Anna SMS-an dengan Caca. Dia menanyakan siapa sebenarnya yang udah ngomongin dia dan adik-adiknya? Apalagi nyebutnya anak Bapak begini-begitu… Kenal aja nggak, kok berangi mengghibah begitu. Caca pun menjelaskan pada Anna.
“Aku gak tahu nama lengkapnya apa, biasanya aku manggil dia kakak aja. Dia bilang bahwa dia dengar itu dari orang juga. Orang itu pernah SMS kayak ucapan selamat malam, pagi, siang, tanya udah makan, atau lagi ngapain. Tapi ternyata ditegur dengan kasar. Katanya gak tahu waktu, bercermin dulu lah, jangan ganggu lagi, dll”, jelas Caca.
Anna pun akhirnya menyimpulkan bahwa emang Fadli sumber utamanya. Dia ngomong ke mana-mana tentang kejadian SMS-SMS itu dan teguran Intan yang tegas. Berarti si Fadli ini gak nerima teguran Intan dulu dan nggak menyadari bahwa asal mula masalah ini dia juga yang terlalu agresif tanya-tanya ini itu bahkan masuk ke hal-hal privacy yang penting untuk diketahui lawan jenis yang baru dikenal. Begitu pikir Anna. Memberi perhatian lebih itu gak seharusnya dilakukan apalagi kepada bukan mahram sebelum ada ikatan.
Anna mulai menyusun kronologis kejadiannya. Setelah gak terima dengan teguran Intan, Fadli cerita ke teman-temannya. Nah, salah satunya adalah yang cerita ke Caca karena mereka tinggal di satu daerah yang sama.
Anna lalu mau minta nomor cowok yang cerita ke Caca itu buat konfirmasi dan meluruskan permasalahan ini. Juga mau minta maaf kalau memang Fadli pernah merasa sakit hati ditegur gitu oleh Intan. Tapi, sayangnya Caca gak tahu nomor cowok itu dan dia udah gak tinggal di daerah itu.
Hufh…, Anna jadi gak bisa meneruskan penyelidikan. Dia lalu diskusi macam-macam dengan Caca.
“Kayaknya cowok itu suka sama Anna. Dia mungkin pernah melihat kamu, tapi kamu gak tahu siapa dia. Karena itulah dia ngirim-ngirim SMS kayak gitu. Baiknya nanti kalau mau negur cowok dengan lemah lembut. Karena gak semua cowok bisa menghargai cewek, dan mau nerima teguran apalagi kalau ditegur dengan tegas”, saran Caca.
Ya, begitulah akhirnya… Masalah ini masih menyisakan misteri. Siapa yang mengghibah itu? Teganya… Tapi banyak hikmah yang bisa dipelajari dari kejadian ini, supaya lebih berhati-hati dalam menjaga diri dalam pergaulan.
***
Nah, dari cerita di atas, ada beberapa hal yang dapat kita ambil pelajaran:
1. Dalam membangun ukhuwah, kita gak cukup cuma tahu aja. Tahu nama, alamat, kuliah di mana, kerja apa, dll. Itu cuma awal. Kita harus memahami karakter seseorang. Dan memahami seseorang itu gak instan. Gak perlu agresif buat memahami karakter orang, karena itu bisa menimbulkan perasaan gak enak bagi saudara yang ingin kita kenal. Lagian, caranya kok harus lewat SMS sih? Lebih baik secara langsung, jadi lebih jelas dan tahu siapa orangnya. Jika yang ingin dikenal itu adalah lawan jenis, tentu harus menjaga etika pergaulan agar sesuai syariat. Gak terjerumus pada khalwat, karena yang ketiganya adalah setan.
2. Kalau dengar seseorang ngomongin kejelekan orang lain, jangan didengerin. Alihkan ke pembicaraan lain. Ghibah! Dan itu sama dengan memakan bangkai saudara sendiri. Mau nggak makan bangkai? Apalagi jika yang ngasih tahu itu orang yang juga gak kenal dan belum memahami saudara kita dengan baik. Bisa jadi itu fitnah yang hanya melebih-lebihkan dan gak sesuai fakta. Harus husnudzon. Bukan malah menyebar info itu ke orang lain yang belum tentu pula berita yang didengar itu benar.
3. Jika ada masalah yang dihadapi saudara kita, wajib kita bantu. Kita harus saling menasihati dalam mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran. Lihat, bagaimana Intan yang membela Anna? Bagaimana sahabat-sahabat Anna yang ikut mencarikan solusi buat masalahnya? Itulah ukhuwah yang sebenarnya. Saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
4. Jika ada yang memberi teguran dan kritikan, hendaknya diterima dengan terbuka. Bukan malah marah dan disikapi dengan suudzon atau tindakan lain yang tak terpuji, misalnya mengghibah orang. Instropeksi dirilah.
5. Buat semua laki-laki, hargai wanita. Perlakukan mereka dengan baik. Hargai persaannya dan hormati prinsipnya.
6. Bergaul dengan siapa saja, namun harus memperhatikan aturan syar’I yang sudah ditetapkan Allah SWT. Kalau niatnya udah benar, maka prakteknya harus dengan jalan yang benar pula. Niatnya mau kenalan dan menjalin ukhuwah, tapi caranya kok terkesan agresif gitu, jadinya malah menimbulkan masalah.

Demikian cerita ini saya tuliskan. Semoga bermanfaat buat pembaca…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar