Selasa, 25 Oktober 2011

TULANG RUSUK MENUNGGUMU

Tahukah engkau seberapa cepat dawai hati ini berdenting
Frekuensinya tak mampu kau ukur bahkan olehku sendiri
Tatapan mata sendumu menjadi medium merambatnya
gelombang asa yang akhirnya diterima lensa nurani

Gelisah ini sudah bersenyawa dengan ketakberdayaan
Gundah menjadi katalisator keputusasaan
Tapi tak mungkin reaksi di sanubari ini terus dibiarkan
Karena hanya akan menjadi polusi yang tinggalkan noda hitam

Untaian kata yang tertata meluncur dari bibir yang
dibasahi tasbih laksana bintang jatuh di malam nan kelam
Tinggalkan jejak tak terhapus di ladang hati menyisakan
lubang yang menganga mengharap kau sudi mengisi

Inginku suatu saat mampu menelaah anatomi pikiranmu,
agar kudapat mencerna segala tanya yang kau hidangkan
Menganalisa mengapa evolusi rasa ini berlangsung begitu cepat
Bermutasi menjadi bunga yang indah namun juga menyiksa

Dan bila harapku sesuai skenario Sang Sutradara kehidupan,
kan kujelaskan bahwa aku si tulang rusuk yang menunggumu
Bersimbiosis bersamamu menghiasi taman hati yang semula sepi
hingga ia berseri dan benderang oleh cahaya cinta yang suci

Tidak ada komentar:

Posting Komentar